Kamis, 14 Juni 2012

MAKALAH MEREKONTRUKSI MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN MELALUI PENGUBAHAN SISTEM PENGELOLAAN PENDIDIKAN SEKOLAH

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sekarang kita berada pada milenium ke-3 dari proses kehidupan manusia, tepatnya berada pada abad ke-21, yang bukan saja merupakan abad baru, melainkan juga peradaban baru. Hal ini dikarenakan betapa pun bangsa kita mengalami krisis moneter, ketidakstabilan politik, bangsa Indonesia tengah mengalami restrukturisasi global dunia yang sedang berjalan yang ditandai dengan berbagai perubahan dalam semua aspek kehidupan, baik di negara maju apalagi di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.
Bahkan, yang lebih parah adalah akibat krisis ini muncul krisis moral di masyarakat kita, pembantaian, pemerkosaan, tawuran antara pelajar, dan perampasan hak milik oranglain ierjadi di mana-mana. Dari sudut pendidikan, tampaknya ada indikasi bahwa krisis moral yang dikemukakan di atas, menandakan belum berhasilnya lembaga pendidikan (sekolah) membentuk pribadi anak bangsa ini menjadi pribadi yang bermartabat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa visi dan misi dari pendidikan persekolahan?
2. Bagaimana kedudukan sekolah sebagai sarana dan rekontruksi masyarakat?
3. Bagaimana pengaruh eksternal dan internal dalam pengelolaan pendidikan?
4. Bagaimana perbandingan pendidikan di sekolah dengan system desentralisasi?
5. Apa saja program kegiatan yang perlu dikedepankan?

C. Tujuan Penulisan
 Melengkapi tugas kuliah yang diberikan oleh dosen pembimbing
 Menjelaskan tentang kebudayaan dan rekontruksi masyarakat melalui pengubahan sistem pengelolaan pendidikan disekolah
 Memberikan pemahaman tentang fungsi dan keadaan suatu lembaga pendidikan yang sebenarnya.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Misi Pendidikan Persekolahan
Dengan banyaknya kaum terpelajar, berarti misi pendidikan sekolah tercapai yaitu:
a) Pendidikan kepribadian,
b) Pendidikan kewarganegaraan, dan
c) Pendidikan intelektual.
Dalam hal pendidikan kepribadian, sekolah membantu dan bekerja sama dengan keluarga dan lembaga agama. Dalam hal pendidikan, sekolah bekerja sama dengan lembaga-lembaga pemerintahan dan masyarakat. Dalam hal pendidikan intelektual, sekolah melakukan sendiri walaupun memperoleh bantuan dari lembaga lain sebab misi pendidikan intelektual adalah kekhususan sekolah, misi pendidikan intelektual tersebut dilakukan secara berangkai sejak pembelajar memasuki Taman Kanak-Kanak sampai Pendidikan Tinggi.
Hal itu tampak pada banyaknya kritik pada sekolah. Pengetahuan tentang “bagaimana memperoleh pengetahuan” penting bagi pembelajar dan juga para guru. Hal yang kedua ini pula merupakan unjuk kerja yang dapat dinilai oleh masyarakat tentang bagaimana peran sekolah dalam membentuk pribadi kaum terpelajar.
Untuk menciptakan pribadi anak sebagai kaum terpelajar maka pendidikan di sekolah sebagai kegiatan pendidikan bersifat formal perlu memerlukan suatu landasan. Hal ini dikarenakan kegiatan pendidikan merupakan peristiwa sosial, gejala rohani, dan tindakan manusiawi dalam hu-bungannya dengan alam, manusia, dan sistem nilai. Unsur material pendidikan pada umumnya terhimpun dalam satuan tindak mendidik (tindak pedagogis) yang secara mikro dikenal sebagai situasi pendidikan, atau secara makro dikenal sebagai kegiatan pendidikan terprogram, atau program-program kegiatan pendidikan. Pandangan manusia yang menyatakan bahwa manusia adalah animal educandum, animal symbolicum, homo regiusus, merupakan landasan yang kuat bagi pekerjaan di bidang pendidikan dalam acuan makro atau mikro.
Analisis keilmuan tentang kegiatan pendidikan di sekolah secara makro menunjukkan bahwa penciptaan program-program pendidikan memerlukan landasan berbagai cabang ilmu pengetahuan secara interdisiplinier.
B. Sekolah Sebagai Sarana Rekonstruksi Masyarakat
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang berada di tengah-tengah masyarakat hanya akan berhasil apabila ada kerja sama dan dukungan yang penuh pengertian dari masyarakat dan keluarga. Sekolah merupakan suatu kesatuan dari pribadi-pribadi yang berinteraksi. Pribadi-pribadi yang bertemu di sekolah tergabung dalam bagian-bagian yang melakukan hubungan organis yang bersistem. Sistem sekolah terwujud dengan munculnya cara interaksi sosial yang khas. Analisis perwujudan sistem sekolah sebagai organisasi sosial dicirikan oleh:
a) Memiliki suatu penghuni yang tetap,
b) Memiliki struktur politik atau kebijakan umum tentang kehidupan sekolah,
c) Memiliki inti jaringan hubungan sosial,
d) Mengembangkan perasaan atau semangat kebersamaan sekolah, dan
e) Memiliki suatu jenis kebudayaan atau subkebudayaan tersendiri.
Peranan sekolah dalam merekonstruksi masyarakat berarti sekolah merekonstruksi berbagai tata nilai yang telah ada dalam masyarakat, yang oleh Malindoski disebutkan sebagai upaya mengembangkan kebudayaan. Ada tujuh sistem nilai atau kebudayaan yang secara universal dikembangkan, yaitu:
1. Bahasa,
2. Sistem teknologi,
3. Sistem mata pencaharian hidup dan ekonomi,
4. Organisasional,
5. Sistem pengetahuan,
6. Religi, dan
7. Kesenian.

C. Pengaruh Eksternal dan Internal dalam Pengelolaan Pendidikan
Penyelenggaraan Pendidikan Nasional yang dilaksanakan secara terusmenerus dan berkelanjutan, paling tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Pengaruh eksternal adalah adanya perkembangan dunia yang mengglobal yang berlaku dalam dasawarsa ini. Sedangkan pengaruh internal adalah pengaruh kebudayaan dan kehidupan masyarakat bangsa Indonesia.
Strategi Trikon itu meliputi
1. Konvergen, maksudnya. agar pendidikan di Indonesia dapat berkembang dengan baik, dapat setara dengan kualitas pendidikan negara-negara maju.
2. Konsentris, maksudnya bahwa untuk mengembangkan pendidikan di Indonesia haruslah bertolak dari kebudayaan yang meng-Indonesia, sehingga nilai-nilai luhur bangsa tetap tertanam dalam generasi bangsa, dan
3. Kontinuitas, maksudnya bahwa pendidikan di Indonesia haruslah dilakukan secara terusmenerus. Dengan karakteristik yang berbeda, tidak terasa model-model masyarakat itu telah membawa konsekuensi logis tertentu manakala terjadi pergeseran dari satu bentuk masyarakat ke bentuk lainnya. Demikian halnya pergeseran dari bentuk masyarakat agraris ke industri atau masyarakat industri ke informasi sebagaimana yang kita alami saat ini.
Ketiga kategori masyarakat dimaksud adalah masyarakat agraris, industri, dan informasi. Dengan karakteristik yang berbeda, tidak terasa model-model masyarakat itu telah membawa konsekuensi logis tertentu manakala terjadi pergeseran dari satu bentuk masyarakat ke bentuk lainnya. Demikian halnya pergeseran dari bentuk masyarakat agraris ke industri atau masyarakat industri ke informasi sebagaimana yang kita alami saat ini.

D. Pendidikan di Sekolah dengan Sistem Desentralisasi
Desentralisasi pendidikan merupakan upaya untuk mendelegasikan sebagian atau seluruh wewenang di bidang pendidikan yang seharusnya dilakukan oleh unit atau pejabat pusat kepada unit atau pejabat dibawahnya, atau dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, atau dari pemerintah kepada masyarakat. Kewenangan di bidang pendidikan bisa dirinci mulai dan kewenangan merumuskan atau membuat kebijaksanaan nasional di bidang pendidikan, melaksanakan kebijaksanaan nasional, dan mengevaluasi atau memonitor kebijaksanaan nasional tersebut.
Desentralisasi pendidikan berusaha untuk mengurangi campur tangan atau intervensi pejabat atau unit pusat terhadap persoalan-persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa diputus dan dilaksanakan oleh unit di tataran bawah atau pemerintah daerah, atau masyarakat. Kebijaksanaan yang berdimensi lokal adalah semua hal yang sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat daerah. Di dalam jenjang pendidikan yang selama ini kita anut, yakni jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi sudah waktunya dipikirkan upaya-upaya desentralisasi. Desentralisasi jenjang pendidikan bisa dipilih apakah semua jenjang pendidikan itu bisa ditangani oleh pemerintah daerah, atau hanya terbatas jenjang pendidikan dasar dan menengah saja.
E. Program Kegiatan yang Perlu Dikedepankan
Tidak terkecuali sektor pendidikan turut tereformasi. Reformasi pendidikan adalah sebuah rekayasa besar, yang tidak mungkin dikerjakan setengah hari juga tidak cukup dengan terpenggal-penggal, melimpahkan kesalahan pada berbagai faktor yang menjadi objek kritikan di atas. Tidak benar misalnya, dengan menyalahkan para guru, yang seperti harus bekerja tanpa imbalan materi yang memadai. Tampaknya, semua faktor di atas saling terkait satu dengan lainnya sebagai sebuah lingkaran setan yang harus diputus.
Hal yang perlu dilakukan dalam meniti jalan reformasi pendidikan adalah membongkar berbagai tabu, meluruskan jalan dan praktik yang serong, serta mengikis habis mitos yang mengesalkan.
1. Perlu disadari bahwa setiap orang adalah pribadi yang unik, dan mempunyai bakat yang berbeda dengan lainnya. Siapa yang tidak mengakui ini, lupa betapa sistem pendidikan yang dikonsepkan secara seragam telah banyak meredam berbagai bakat terpendam.
2. Pendidikan tidak dimulai selepas sekolah menengah, yaitu pada tingkat universitas. Prestasi teoretis (universitas) dan praktis (kejuruan), kerja manual dan kerja otak, seharusnya sama-sama memperoleh penghargaan. Hal ini harus tercermin dalam jurusan yang ditawarkan, ijazah yang diberikan, terbukanya kesempatan kerja pendidikan, serta penghargaan masyarakat bagi kedua jenis pendidikan tersebut.
3. Perlunya sebuah sistem penilaian yang mencerminkan prestasi murid dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya, tidak sekadar angka-angka yang mengklaim secara abstrak tentang mutu anak didik.
4. Perlu disadari bahwa (sistem) pendidikan tidak bebas nilai. Berbagai pelajaran sudah sarat nilai. Meski demikian, pelajaran seperti PMP (Pendidikan Moral Pancasila), yang diandalkan oleh Orde Baru untuk mencetak manusia pembangunan, telah menjadi kontraproduktif dan perlu diganti oleh pendidikan budi pekerti yang sifatnya universal.
5. Orang tua yang lebih berperan. Sekolah hanya berperan sebatas ikut membantu orang tua dalam pendidikan anak-anaknya.
6. Perlu dikoreksi keyakinan bahwa isi pendidikan bisa diatur lewat birokrasi, dan sedapat mungkin harus diseragamkan.
7. Persaingan lembaga pendidikan negeri dengan swasta, baik formal maupun yang alternatif, dalam hal mutu dan konsep, ikut memperbaiki sistem pendidikan nasional. Untuk itu, dibutuhkan sebuah konsensus nasional tentang tujuan pendidikan. Hal yang dimaksud bukanlah sebuah penyeragaman baru, tetapi sebuah leitgedanken (alur pemikiran) yang memberikan ruang bagi mekarnya kreativitas dan keberagaman.
8. Sistem pendidikan, sebaiknya berorientasi pada nilai (wert orientied). Akan tetapi, pendidikan tidak boleh terbatas pada sekadar transfer pengetahuan dan keahlian fungsional. Hal yang menjadi bagian dari pembentukan pribadi yang matang, selain kemampuan mengkritik, sensibilitas, dan kreativitas, adalah kompetensi sosial dan kemampuan menyampaikan nilai dasar bersama.
9. Sistem pendidikan sebaiknya terkait dengan dunia praksis (praxisbezogen). Dalam kehidupan dan profesi, sering kali hal-hal yang mendasar terjadi dalam ruang di antara batasan-batasan konvensional. Atau, matematika dengan elektronika dan sosiologi dengan ekonomi. Untuk itu, diperlukan fleksibilitas para guru dan murid, mahaguru, dan mahasiswa, juga fleksibilitas dalam keseharian (jadwal dan kegiatan) lembaga pendidikan.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat kami simpulkan bahwa:
1. Visi dan Misi pendidikan sekolah terhimpun dalam Pendidikan kepribadian, Pendidikan kewarganegaraan, dan Pendidikan intelektual.
2. Peranan sekolah dalam merekonstruksi masyarakat berarti sekolah merekonstruksi berbagai tata nilai yang telah ada dalam masyarakat, yang oleh Malindoski disebutkan sebagai upaya mengembangkan kebudayaan.
3. Pengaruh eksternal dalam hal pendidikan adalah adanya perkembangan dunia yang mengglobal yang berlaku dalam dasawarsa ini dalam lingkungan pendidikan. Sedangkan pengaruh internalnya adalah pengaruh kebudayaan dan kehidupan masyarakat bangsa Indonesia di bidang pendidikan.
4. Desentralisasi pendidikan berusaha untuk mengurangi campur tangan atau intervensi pejabat atau unit pusat terhadap persoalan-persoalan pendidikan yang sepatutnya bisa diputus dan dilaksanakan oleh unit di tataran bawah atau pemerintah daerah, atau masyarakat. Kebijaksanaan yang berdimensi lokal adalah semua hal yang sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat daerah.
5. Program pendidikan yang harus dikedepankan ialah dalam kategori Sistem pendidikannya, yakni sebaiknya berorientasi pada nilai serta Sistem pendidikan sebaiknya terkait dengan dunia praksis.

B. Saran
Demi mewujudkan Indonesia yang pragmatis dan ideologis maka tentunya tersedia SDA dan SDM yang baik dan berkualitas. Untuk itu memulai menanamkan pendidikan yang berkarakter mulai dini sangat akan membantu mewujudkan Indonesia yang merdeka dalam segala bidangnya.


DAFTAR PUSTAKA

Ali Maksum dan Luluk Yunan Ruhendi. 2004. Rekontruksi Kebudayaan Melalui Pendidikan. Yogyakarta: IRCiSoD
Fuad Hassan. 2004. Pendidikan adalah Pembudayaan, dalam tonny D. Widiastono (editor). 2004. Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas
Tilaar, H.A.R., Prof., Dr., M.Sc., Ed. 2000. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: PT RINEKA CIPTA
http://Layla-innocent.blogspot.com

Tidak ada komentar: