Rabu, 03 Oktober 2012

MAKALAH TUGAS REMAJA TERHADAP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Remaja kita seringkali mengeluhkan masalah sekolah, kursus, les dan PR mereka. Mengapa bisa demikian? Remaja sekarang cenderung lebih kritis terhadap segala sesuatu yang ada di sekitar mereka, salah satunya adalah sekolah yang berkaitan langsung dengan pendidikan mereka.
Mayoritas remaja biasa dengan mudah dapat menyesuaikan diri dengan sekolah, tetapi sebagian lainnya mengalami kesulitan. Di sekolah mereka umumnya menaruh minat pada mata pelajaran-mata pelajaran tertentu yang akan bermanfaat dalam karier dan pekerjaan yang akan mereka pilih. Kelompok remaja ini tentu tidak akan bermasalah dalam hal pendidikan (sekolah)-nya. Nah, lain halnya dengan remaja yang masih mengalami kebingungan dalam menentukan pekerjaan di masa depannya. Beberapa dari mereka bahkan tidak memiliki visi apapun terhadap kehidupan dan pekerjaan mereka di masa yang akan datang. Remaja-remaja dari kelompok ini akan bersikap cuek terhadap sekolah dan pendidikannya.
Keterlibatan orang tua dan guru dalam pembentukan visi kehidupan dan pekerjaan mereka di masa depan sangat penting. Beberapa remaja membutuhkan bantuan orang-orang yang mereka anggap lebih dewasa untuk membantu memperjelas visi mereka tentang pekerjaan dalam kaitannya dengan pendidikan dan sekolah. Hal ini harus dimaklumi karena mereka masih berada dalam masa pencarian identitas diri.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan masa remaja?
2. Bagaimana implikasi remaja terhadap penyelenggaraan pendidikan?

C. Tujuan
Untkuk menjelaskan siapa, dan bagaimana masa remaja itu sebenarnya. Serta bagaimana implikasinya terhadap penyelenggaraan pendidikan.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Masa Remaja
Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial. Di sebagian besar masyarakat dan budaya masa remaja pada umumnya dimulai pada usia 10-13 tahun dan berakhir pada usia 18-22 tahun.
Berdasarkan umur kronologis dan berbagai kepentingan, terdapat defenisi tentang remaja yaitu:
1. Pada buku-buku pediatri, pada umumnya mendefenisikan remaja adalah bila seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun dan umur 12-20 tahun anak laki- laki.
2. Menurut undang-undang No. 4 tahun 1979 mengenai kesejahteraan anak, remaja adalah yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.
3. Menurut undang-undang perburuhan, anak dianggap remaja apabila telah mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat tinggal.
4. Menurut undang-undang perkawinan No.1 tahun 1979, anak dianggap sudah remaja apabila cukup matang, yaitu umur 16 tahun untuk perempuan dan 19 tahun untuk anak-anak laki-laki.
5. Menurut dinas kesehatan anak dianggap sudah remaja apabila anak sudah berumur 18 tahun, yang sesuai dengan saat lulus sekolah menengah, dan
Menurut WHO, remaja bila anak telah mencapai umur 10-18 tahun.


B. Implikasi-Implikasi Remaja Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
1. Implikasi Faktor Fisik Teerhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Dalam penyelenggaraan pendidikan, perlu diperhatikn sarana dan prasarana yang ada jangan sampai menimbulkan gangguan pada peserta didik. Misalnya: tempat untuk pelaksanaan pendidikan yang kurang sesuai, ruangan yang gelap dan terlalu sempit yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
Disamping itu juga perlu diperhatikan waktu istirahat yang cukup. Penting juga untuk menjaga supaya fisik tetap sehat adanya jam-jam olah raga bagi remaja di luar jam pelajaran. Misalnya: merlalui kegiatan ekstra kurikuler kelompok olah raga, bela diri, dan sejenisnya.

2. Implikasi Faktor Intelektual Terhadap Penyelengaaraan Pendidikan
Ditinjau dari segi pendidikan khususnya dalam segi pembelajaran, yang
penting adalah bahwa potensi setiap remaja (termasuk kemampuan intelektualnya) harus dipupuk dan dikembangkan. Untuk itu sangat diperlukan kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan berkembangnya kemampuan intelektual tersebut. Conny Semiawan (1994) mengemukakan bahwa dua buah kondisi yaitu keamanan psikologis dan kebebasan psikologis. Remaja akan merasa aman secara psikologis apabila:
1. Pendidik dapat menerima remaja sebagaimana adanya tanpa syarat dengan segala kekuatan dan kelemahannnya serta memberi kepercayaan padanya bahwa ia baik dan mampu.
2. Pendidik mengusahakan suasana dimana remaja tidak merasa dinilai oleh orang lain.
3. Pendidik memberi pengertian dalam arti dapat memahami pemikiran, perasaan dan perilaku peserta didik, dapat menempatkan diri dalam situasi anak, dan melihat dari sudut pandang anak.
Teori Pieget mengenai perkembangan kognitif, sangat erat dan penting
hubungannya dengan umur serta perkembangan moral. Konsep tersebut menunjukan bahwa aktifitas adalah sebagai unsur pokok dalam perkembangan kognitif. Pengalaman belajar yang aktif cenderung untuk memajukan perkembangan kognitif, sedangkan pengalaman belajar yang pasif dan hanya menikmati pengalaman orang laian saja akan mempunyai konsekuensi yang minimal terhadap perkembangan kognitif termasuk didalamnya perkembangan intelektual.
Model Pendidikan yang aktif adalah model yang tidak menunggu sampai
remaja siap sendiri. Tetapi sekolahlah yang mengatur lingkungan belajar
sedemikan rupa sehingga dapat memberi kemungkinan maksimal pada peserta didik untuk berinteraksi. Dengan lingkungan yang penuh rangsangan untuk belajar tersebut, proses pembelajaran yang aktif akan terjadi sehingga mampu membawa remaja utuk maju ke taraf/tahap berikutnya. Dalam hal ini pendidik handaknya menyadari benar-benar bahwa perkembangan intelektual anak berada ditangannya. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain:
1. Menciptakan interksi atau hubungan yang akrab dengan peserta didik.
2. Memberi kesempatan kepada para remaja untuk berdialog dengan orang-orang yang ahli dan berpengalaman dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan akan sangat menunjang perkembangan intelaktual anak.
3. Menjaga dan meningkatkan pertumbuhan fisik remaja baik mlalui kegiatan olah raga maupun menyediakan gizi yang cukup, sangat penting bagi perkembangan berfikir peserta didik.
4. Meningkatkan kemampuan berbahasa remaja baik melalui mass-media cetak maupun menyediakan situasi yang memungkinkan remaja berpendapat atau mengemukakan ide-idenya, sengat besar pengaruhnya bagi perkembangan intelektual peserta didik.

3. Implikasi Faktor Bakat Khusus terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Berbeda dengan kemampuan yang menunjuk pada suatu “performance” yang dapat dilakukan sekarang, bakat sebagai potensi masih memerlukan latihan dan pendidikan agar “suatu performance” dapat dilakukan pada masa yang akan datang. Hal ini memberikan pemahaman bahwa bakat khusus sebagai “potential ability” untuk dapat terwujud sebagai “performance” atau perilaku yang nyata dalam bentuk suatu prestasi yang menonjol masih memerlukan latihan dan pengembangan lebih lanjut.
Dalam kaitan ini untuk menunjang perkembangan bakat umum maupun bakat khusus terlebih supaya mencapai titik optimal di kalangan remaja usia
sekolah menengah perlu dilakukan langkah-langkah antara lain:
1. Dikembangkan suatu situasi dan kondisi yang memberikan kesempatan bagi remaja untuk mengembangkan bakat-bakatnya, dengan selalu mengusahakan adanya dukungan psikologis maupun fisiologis.
2. Dilakukan usaha menumbuh kembangkan minat dan motivasi berprestasi yang tinggi serta kegigihan dalam melakukanusaha dikalangan anak dan remaja, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat oleh semua pihak yang terkait secara terpadu.
3. Dikembangkannya program pendidikan berdiferensi di lingkungan lembaga pendidikan formal (sekolah) guna memberikan pelayanan secara lebih efektif kepada remaja yang memiliki bakat khusus menojol.

4. Implikasi Faktor Sosial-Kultural terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Usia remaja adalah usia yang sedang tumbuh dan berkembang baik secara
kuantitatif maupun secara kualitatif, baik fisik maupun psikisnya. Menganggap
dirinya bukan anak-anak lagi, tetapi sekelilingnya menganggap mereka belum
dewasa. Dengan beberapa problem yang dialaminya pada masa ini, akibatnya mereka melepaskan diri dari orang tau dan mengarahkan perhatiannya pada lingkuan di luar keluarganya untuk bergabung dengan teman sekebudayaannya, guru dan sebagainya. Lingkunga teman memgang peranan dalam kehidupan remaja.
Selanjutnya sekolah sebagai lembaga pendidikan formal yang diserahi tugas untuk mendidik, tidak kecil peranannya dalam rangka mengembangkan hubungan sosial peserta didik. Jika dalam hal ini guru tetap berpegang sebagai tokoh intelektual dan tokoh otoritas yang memegang kekuasaan penuh sepeerti ketika anak-anak belum menginjak remaja, maka sikap sosial atau hubungan sosial anak akan sulit untuk dikembangkan. Untuk itu rambu-rambu berikut dapat digunakan sebagai titik tolak untuk pengembangan hubungan sosial peserta didik:
1. Sekolah harus merupakan dasar untuk perkembangan kepribadian peserta didik.
2. Saling menghargai merupakan kunci yang dapat digunakan untuk menanggulangi
masalah-masalah yang timbul dalam hubungan dengan remaja yang bertabiat apapun
3. Pola pengajaran yang demokratis merupakan alternatif yang sangat bermanfaat bagi guru.
5. Implikasi Faktor Komunikasi terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Tiga tingkatan kemampuan remaja sebagaimana dikemukakan di atas tentunya akan sangat mempengaruhi aktivitas komunikasi dua arah antara pendidik dengan peserta didik. Persoalannya adalah bagaimana untuk menjadi pendidik yang memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik ? Beberapa hal dibawah ini dapat digunakan sebagai acuan oleh orang-orang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan .
1. Memberi penjelasan
Dalam menyampaikan informasi kepada remaja (yang berkaitan dengan
iptek), hendaknya:
 Menentukan hal-hal pokoknya dan hubungannya satu sama lainnya.
 Memberi penjelasan yang meyakinkan artinya menerangkan hal-hal yang benar dan menghindari penjelasan yang salah baik disengaja maupun tidak.
 Memberi penjelasan secara gamblang dan sederhana sehingga sehingga semua remaja dapat menangkapnya dengan baik.
 Menghindari berbicara dengan bahasa yang muluk, dan mengusahakan berbicara dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh peserta didik.
 Menghindari penggunaan kata-kata yang tidak jelas, tidak pasti dan tidak tegas.
 Memeriksa kembali penjelasan apakah semua remaja telah mengerti terhadap informasi yang disampaikannya.
2. Mengajukan pertanyaan
Pertanyaan yang diajukan oleh pengajar dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu pertanyaan “tingkat tinggi” dan pertanyaan “tingkat rendah”. Pertanyaan tingkat tinggi adalah pertanyaan yang menuntut pemikiran abstrak, sedangkan pertanyaan tingkat rendah adalah pertanyaan yang menyangkut fakta, pengetahuan sederhana, dan penerapan pengertian. Hal yang perlu diusahakan oleh pendidik dalam kaitannya dengan kegiatan ini adalah :
 Mengulangi pertanyaan yang diajukan oleh remaja dengan maksud agar remaja yang lain mengetahui secara jelas masalah yang ditanyakan.
 Menempatkan pertanyaan remaja dalam konteks keseluruhan bahan pelajaran.
 Merangsang remaja agar mau mengajukan pertanyaan.
 Merespon pertanyaan dengan baik.
3. Memberikan Umpan Balik
Dengan umpan balik akan diketahui apakah komunikasi dua arah sudah tercapai dengan baik atau belum. Umpan balik ini berlaku baik dari pengajar kepada remaja atau sebaliknya.

6. Implikasi Pertumbuhan/Perkembangan/Kematangan Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Sebagai individu yang sedang tumbuh dan berkembang, maka proses pertumbuhan dan perkembangan remaja tersebut sangat dipengaruhi oleh adanya interaksi antara dua faktor yang sama-sama penting kedudukannya yaitu faktor hereditas dan faktor lingkungan. Keberadaan dua faktor tersebut tidak bisa dipisakan satu sama lainnya karena kenyataannya kedua faktor tersebut tidak bekerja sendiri-sendiri dalam operasionalnya.
Atas dasar sedikit informasi tersebut di atas, maka dapatlah ditarik beberapa butir implikasi pertumbuhan/perkembangan/kematangan remaja terhadap penyelenggaraan pendidikan sebagai berikut:
1. Pertumbuhan dan perkembangan manusia sejak lahir berlangsung dalam lingkungan sosial yang meliputi semua manusia yang berada dalam lingkungan hidup itu.
2. Interaksi manusia dengan lingkungannya sejak lahir menghendaki penguasaan lingkungan maupun penyesuaian diri pada lingkungan.
3. Dalam interaksi sosial, manusia sejak lahir telah menjadi anggota kelompok social yang dalam hal ini ialah keluarga.
4. Atas dasar keterikatan dan kewajiban sosial para pendidik terutama orang tua, maka anak senantiasa berusaha menciptakan lingkungan fisik, lingkungan sosial, serta lingkungan psikis yang sebaik-baiknya bagi proses pertumbuhan dan perkembangannya.
5. Setelah umur kronologis mencapai lingkungan tertentu, anak telah mencapai berbagai tingkat kematangan intelektual, sosial, emosional, serta kemampuan jasmani yang lain.
6. Kematangan sosial merupakan landasan bagi kematangan intelektual, karena perkembangan kecerdasan berlangsung dalam lingkungan sosial tersebut.
7. Kematangan emosional melandasi kematangan sosial dan kematangan intelektual, karena sebagian besar tingkah laku manusia dikuasai atau ditentukan oleh kondisi perasaannya.
8. Kematangan jasmani merupakan dasar yang melandasi semua kematangan sebagimana dimaksudkan di atas.
9. Pendidik yang berkecimpung dalam pengasuhan anak dalam perkembangan di masa kanak-kanak hendaklah memperhatikan keterkaitan antara berbagai segi kematangan jasmani dan rohani anak dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif.
10. Hasil-hasil belajar yang mendasari hidup bermasyarakat banyak dicapai oleh
anak dalam keluarga terutama semasa masih kanak-kanak, yaitu sikap dan pola tingkah laku terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain.
11. Iklim emosional yang menjiwai keluarga itu meliputi: hubungan emosional antara keluarga, kadar kebebasan menyatakan diri dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan.
12. Seorang anak dimana anak sekolah adalah seorang realis yang hendak mengenal kenyataan di sekitarnya menurut keadaan senyatanya atau objektif apa adanya.
13. Pada umumnya anak masa sekolah dan masa remaja mengalami pertumbuhan jasmani yang semakin kuat dan sehat. Sedangkan dalam segi ruhani ia mengalami perkembangan pengetahuan dan kemampuan berpikir yang pesat pula karena ditunjang oleh hasrat belajar yang sehat serta ingatan yang kuat.
14. Pemahaman guru terhadap minat dan perhatian remaja akan sangat bermanfaat dalam perencanaan program-program pendidikan maupun pengajaran.
15. Karakteristik umum pertumbuhan/perkembangan remaja ialah ditandai dengan: Kegelisahan, pertentangan, keinginan mencoba segala sesuatu, menghayal dan aktivitas berkelompok.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kami simpulkan bahwa:
1. Masa remaja ialah masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologik, perubahan psikologik, dan perubahan sosial.
2. Ada 6 implikasi seorang remaja terhadap penyelenggaraan pendidikan yaitu Implikasi Faktor Fisik Teerhadap Penyelenggaraan Pendidikan, Implikasi Faktor Intelektual Terhadap Penyelengaaraan Pendidikan, Implikasi Faktor Bakat Khusus terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, Implikasi Faktor Sosial-Kultural terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, Implikasi Faktor Komunikasi terhadap Penyelenggaraan Pendidikan, Implikasi Pertumbuhan/Perkembangan/Kematangan Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan.

B. Saran
Guru-guru pembimbing sebaiknya segera mengenali minat dan kebutuhan anak akan pengembangan diri mereka pada suatu bidang tertentu yang potensial. Orang tua seharusnya memberikan dukungan penuh disertai nasihat-nasihat yang dibutuhkan remaja tanpa memaksakan kehendak. Pemaksaan kehendak orang tua, misalnya dalam memilih sekolah jurusan/bidang pendidikan tanpa alasan yang logis akan membuat remaja justru membenci sekolah dan pendidikan. Hal ini disebabkan karena remaja akan mengalami disorientasi terhadap masa depannya. Remaja yang demikian biasanya mempunyai ciri: prestasi turun dengan drastis, suka membolos, dan mungkin ingin berhenti tanpa memperoleh ijazah.


DAFTAR PUSTAKA

Wijaya, C. dan Rusyan, T. (1992). Kemampuan Dasar Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Haryanto, (2003). Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Sinaga, M. et al. (2006). Remaja dan Pendidikan. Jakarta: Erlangga

Tidak ada komentar: