Jumat, 16 November 2012

makalah tentang SHOLAT

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan umat islam masyarakat meyakini dan mengetahui bahwa shalat merupakan perintah yang harus di lakukan atau di anjurkan oleh ummat islam itu sendiri. Didalam pelaksanaan sjolat ada beberapa hal yang harus di lakukan seseorang yang hendak melaksanakan sholat seperti mempunyai wudu’ suci tempatnya atau pekayannya karna kedua hal tersebuit merupakan salah satu dari syarat shalat sehingga ketika seseorang melakukan shalat dan keduanya ditinggalkan maka hal tersebut dapat membatalkan shalat seseorang karena ketika salah syarat shahnya shalat di tinggalkan maka secara langsung shalatnya itu tidak di terima oleh Tuhan, baik itu shalat yang wajib ataupun shalat sunnah, yang keduanya itu pernah di lakukan/dipraktekkan oleh Nabi Muhammad SAW sehingga sampai sekarang hal itu dilakukan secara berkesinambungan.
Shalat merupakan salah satu bentuk interaksi langsung antara manusia dengan tuhannya, maka dari itu ketika kita melakukan atau melaksanakan shalat kita di anjurkan untuk khususk dalam shalat yang dia lakukan supaya shalat tersebut bisa di terima oleh tuhan Yang Maha Esa, selain dari itu shalat memiliki berbagai macam keistimewaan.
Didalam pelaksanaan shalat Allah tidak memberatkan ummatnya, artinya shalat dapat di tinggalkan ketika seseorang ersebut mempunyai halangan seperti haid bagi wanita dan masih banyak contoh yang lain, dan Allah juga memberikan keringanan terhadap pelaksanaan shalat seperti memperpendek sholat.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah diwajibkannya sholat?
2. Apa pengertian dari sholat?
3. Apa saja rukun-rukun sholat?
4. Apa saja hal-hal yang dapat membatalkan sholat?
5. Apa saja syarat sahnya sholat?



BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH WAJIBNYA SHOLAT
Kisah perjalanan Nabi Muhammad mengarungi angkasa raya yang disebut dengan istilah Isra’ dan Mi’raj yang menceritakan awal diperintahkannya Sholat kepada Nabi Muhammad sebagaimana terdapat dalam beberapa hadis yang dianggap shahih atau valid oleh sejumlah ulama secara logika justru mengandung banyak ketidaksesuaian dengan fakta sejarah dan ayat-ayat al-Quran sendiri.
Menurut hadis, Isra’ dan Mi’raj terjadi sewaktu Khadijah, istri pertama Rasulullah wafat, dimana peristiwa ini justru menjadi salah satu hiburan bagi Nabi yang baru ditinggalkan oleh sang istri tercinta dan juga paman beliau, Abu Thalib dimana tahun ini disebut dengan tahun duka cita atau aamul ilzan.
Sementara sejarah juga mengatakan bahwa jauh sebelum terjadinya Isra’ dan Mi’raj, Nabi Muhammad dipercaya telah melakukan Sholat berjemaah dengan Khadijjah sebagaimana yang pernah dilihat dan ditanyakan oleh Ali bin abu Thalib yang kala itu masih remaja.
Perintah awal sholat wajib dilaksanakan, adalah sholat tahajud atau sholat malam. Kemudian ditambahkan kewajiban sholat siang hari. Jadi ada dua waktu yang wajib dilaksanakan, yaitu sholat malam dan sholat siang hari. Kemudian berturut-turut sholat Fajar (Shubuh), Sholat turunnya Matahari (Ashar), Sholat antara siang dan malam (Maghrib). Lengkaplah lima, yang kesemuanya dilakukan dua roka`at-dua roka`at kecuali Maghrib yang memang tiga roka`at. Pada waktu itu, barulah sholat Lail berubah dari wajib menjadi Sunnah. Maka setelah sholat wajib 5 waktu, sholat yang utama adalah sholat LAIL atau sholat Malam. Keterangan-keterangan bisa anda peroleh dari orang-orang yang ahli tarikh Nabi dan ahli Asbabun Nuzul. Kemudian terjadilah peristiwa Isro` Mi`roj di tahun ke 12 kenabian.
Maka kita semua ingat satu keterangan hadits, bahwa Nabi naik bertemu dengan Alloh, kemudian mendapat perintah sholat 50 roka`at, turun bertemu dengan Nabi Ibrohim, disarankan, Naik lagi, minta keringanan terus seperti itu, Alloh menurunkan kewajiban menjadi 25 roka`at, Nabi Muhammad turun lagi bertemu Nabi Isa, Naik lagi usul lagi minta keringanan dan seterusnya sampai akhirnya tinggal 17 rokaat, yaitu 5 waktu. Mayoritas ulama beranggapan ini adalah hadits sokheh. Apalagi hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori. Maka bagi ahli hikmah, timbullah pertanyaan, Apakah benar karakter Nabi Muhammad seperti itu? Mendapatkan perintah Alloh, tidak sami`na wa atho`na? Tapi usul terus usul, minta keringanan kewajiban? Benarkah karakter Nabi Muhammad seperti itu?
Hal ini bertentangan dengan keterangan yang ada di Qur`an dan hadits yang lain, bahwa Nabi Muhammad adalah orang yang taat sekali pada Alloh. SAMI`NA WA`ATHO`NA.
Maka saya sampaikan pendapat para ahli tasawuf, pendapat ahli hikmah, bahwa keterangan Hadits tersebut adalah tidak benar. Pada waktu peristiwa Isro` Mi`roj inilah mayoritas ulama berpendapat bahwa perintah sholat lima waktu itu baru diperoleh Nabi Muhammad di sini. Ahli hikmah berpendapat, bahwa perintah sholat itu sudah lama, hanya saja, penegasan masalah sholat lima waktu, dan jumlah roka`atnya, adalah saat peristiwa Isro` Mi`roj ini. Hal ini di dasarkan dalam keterangan-keterangan lain, Qola Rosululloh SAW: “Awwalu maa iftarodlollohu ta`ala `alaa Ummati Ash sholawaatul Khomsi”
Rosululloh bersabda: “Awalnya sesuatu yang difardlukan Alloh Ta`ala atas ummatku ialah Sholat Lima.
Qola Rosululloh SAW: “Wa awwalu maa Yurfa`u min a`maalihim ash shalawaatul Khomsi”
Bersabda Rosululloh SAW: “Dan awalnya sesuatu yang dinaikkan dari amal-amal mereka ialah Sholat Fardlu Lima”.
Logikanya perintah Sholat telah diterima oleh Nabi Muhammad bukan saat beliau Isra’ dan Mi’raj namun jauh sebelum itu, apalagi secara obyektif ayat al-Qur’an yang menceritakan mengenai peristiwa Mi’raj sama sekali tidak menyinggung tentang adanya pemberian perintah Sholat kepada Nabi. ; Pada kedua surah tersebut hanya menekankan cerita perjalanan Nabi tersebut dalam rangka menunjukkan sebagian dari kebesaran Allah dialam semesta sekaligus merupakan kali kedua bagi Nabi melihat wujud asli dari malaikat Jibril setelah sebelumnya pernah beliau saksikan saat pertama mendapat wahyu di gua Hira.
Selain itu, diluar hadis Isra’ dan Mi’raj yang menggambarkan Nabi memperoleh perintah Sholat pada peristiwa tersebut, Imam Muslim dalam musnadnya ada meriwayatkan sebuah hadis lain yang sama sekali tidak berhubungan dengan cerita Mi’raj namun disana menjelaskan bagaimana Nabi mempelajari Sholat dari malaikat Jibril.
Dari Abu Mas’ud r.a. katanya : Rasulullah Saw bersabda : turun Jibril, lalu dia menjadi imam bagiku Dan aku sholat bersamanya, kemudian aku sholat bersamanya, lalu aku sholat bersamanya dan aku sholat bersamanya dan aku sholat bersamanya Nabi menghitung dengan lima anak jarinya – Hadis Riwayat Muslim
Jika demikian adanya, bagaimana dengan kebenaran hadis yang dipercaya oleh banyak orang bahwa perintah Sholat baru diperoleh Nabi sewaktu isra’ dan mi’raj ?
Mungkin kedengarannya ekstrim, tetapi meragukan atau malah menolak keabsahan validitas hadis-hadis tersebut bukanlah perbuatan yang tercela apalagi berdosa, dalam hal ini kita tidak menolak dengan tanpa dasar yang jelas, para perawi hadis tetaplah manusia biasa seperti kita adanya, mereka juga bisa salah baik disengaja apalagi yang tanpa mereka sengaja atau sadari, adalah kewajiban kita untuk melakukan koreksi jika mendapatkan kesalahan pada riwayat hadis yang mereka lakukan tentunya dengan tetap menjaga kehormatannya dan berharap semoga Allah mengampuni kesalahannya.

B. PENGERTIAN SHOLAT
Shalat secara bahasa berarti berdo’a. dengan kata lain, shalat secara bahasa mempunyai arti mengagungkan. Sedangkan pengertian shalat menurut syara’ adalah ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan tertentu, yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Ucapan di sini adalah bacaan-bacaan al-Qur’an, takbir, tasbih, dan do’a. Sedang yang dimaksud dengan perbuatan adalah gerakan-gerakan dalam shalat misalnya berdiri, ruku’, sujud, duduk, dan gerakan-gerakan lain yang dilakukan dalam shalat.
Sedangkan menurut Hasbi ash-Shiddieqy shalat yaitu beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah, menurut syarat-syarat yang telah ditentukan.

C. RUKUN SHOLAT
Rukun Salat adalah bagian dari salat tersebut dan jika ditinggalkan maka batallah salatnya.
Rukun Salat ada tiga belas, yaitu:
1. Berdiri bagi yang mampu, dan diperbolehkan duduk atau terlentang bagi yang sakit
2. Niat
3. Takbiratul ihram, yaitu Allahu Akbar yang pertama
4. Membaca Surah Al-Fatihah
5. Ruku' serta thuma'ninah (berhenti sebentar)
6. I'tidal (bangkit dari ruku' berdiri tegak) serta thuma'ninah
7. Sujud dua kali serta thuma'ninah
8. Duduk di antara dua sujud serta thuma'ninah
9. Duduk yang akhir
10. Membaca Tasyahud Akhir pada duduk takhiyat akhir
11. Membaca Shalawat atas nabi pada duduk takhiyat akhir
12. Salam yang pertama
13. Tertib (mendahulukan yang dahulu dan mengakhirkan yang kemudian)

D. YANG MEMBATALKAN SHALAT ADA 12 PERKARA
1. Sengaj berbicara
2. Bergerak yang bukan gerakan shalat berturut-turut sebanyak 3 x
3. Berhadats kecil atau besar
4. Terkena Najis
5. Terbukanya aurat dengan sengaja
6. Berbah Niat
7. Membelakangi kiblat
8. Makan atau minum dengan sengaja walaupun sedikit
9. Tertawa terbahak-bahak
10. Murtad
11. Meninggalkan salah satu rukun dengan sengaja
12. Mendahului Imam sebanyak 2 rukun.

E. SYARAT SAHNYA SHOLAT
Tatacara & Menyempurnakan Sholat
Adapun yang dimaksud dengan syarat-syarat shalat di sini ialah syarat-syarat sahnya shalat tersebut. (Maksudnya, syarat-syarat yang harus ada supaya sholat boleh atau bisa ditegakkan red).
Adapun syarat-syaratnya ada sembilan:
1. Islam,
2. Berakal,
3. Tamyiz (dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk),
4. Menghilangkan hadats,
5. Menghilangkan najis,
6. Menutup aurat,
7. Masuknya waktu,
8. Menghadap kiblat,
9. Niat.
Penjelasan Sembilan Syarat Sahnya Shalat
1. Islam
Lawannya adalah kafir. Orang kafir amalannya tertolak walaupun dia banyak mengamalkan apa saja, dalilnya firman Allah ‘azza wa jalla, “Tidaklah pantas bagi orang-orang musyrik untuk memakmurkan masjid-masjid Allah padahal mereka menyaksikan atas diri mereka kekafiran. Mereka itu, amal-amalnya telah runtuh dan di dalam nerakalah mereka akan kekal.” (At-Taubah:17)
Dan firman Allah ‘azza wa jalla, “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” (Al-Furqan:23)
Shalat tidak akan diterima selain dari seorang muslim, dalilnya firman Allah ‘azza wa jalla, “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Aali ‘Imraan:85)
2. Berakal
Lawannya adalah gila. Orang gila terangkat darinya pena (tidak dihisab amalannya) hingga dia sadar, dalilnya sabda Rasulullah, ”Diangkat pena dari tiga orang: 1. Orang tidur hingga dia bangun, 2. Orang gila hingga dia sadar, 3. Anak-anak sampai ia baligh.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa-i, dan Ibnu Majah).
3. Tamyiz
Yaitu anak-anak yang sudah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, dimulai dari umur sekitar tujuh tahun. Jika sudah berumur tujuh tahun maka mereka diperintahkan untuk melaksanakan shalat, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Perintahkanlah anak-anak kalian shalat ketika berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka ketika berumur sepuluh tahun (jika mereka enggan untuk shalat) dan pisahkanlah mereka di tempat-tempat tidur mereka masing-masing.” (HR. Al-Hakim, Al-Imam Ahmad dan Abu Dawud)
4. Menghilangkan Hadats (Thaharah)
Hadats ada dua: hadats akbar (hadats besar) seperti janabat dan haidh, dihilangkan dengan mandi (yakni mandi janabah), dan hadats ashghar (hadats kecil) seperti buang air besar, air kecil atau buang angin, dihilangkan dengan wudhu`, sesuai sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Allah tidak akan menerima shalat tanpa bersuci.” (HR. Muslim dan selainnya)
Dan sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Allah tidak akan menerima shalat orang yang berhadats hingga dia berwudlu`.” (Muttafaqun ‘alaih)
5. Menghilangkan Najis
Menghilangkan najis dari tiga hal: badan, pakaian dan tanah (lantai tempat shalat), dalilnya firman Allah ‘azza wa jalla, “Dan pakaianmu, maka sucikanlah.” (Al-Muddatstsir:4)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Bersucilah dari kencing, sebab kebanyakan adzab kubur disebabkan olehnya.”
6. Menutup Aurat
Menutupnya dengan apa yang tidak menampakkan kulit (dan bentuk tubuh), berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Allah tidak akan menerima shalat wanita yang telah haidh (yakni yang telah baligh) kecuali dengan khimar (pakaian yang menutup seluruh tubuh, seperti mukenah).” (HR. Abu Dawud)
Para ulama sepakat atas batalnya orang yang shalat dalam keadaan terbuka auratnya padahal dia mampu mendapatkan penutup aurat. Batas aurat laki-laki dan budak wanita ialah dari pusar hingga ke lutut, sedangkan wanita merdeka maka seluruh tubuhnya aurat selain wajahnya selama tidak ada ajnaby (orang yang bukan mahramnya) yang melihatnya, namun jika ada ajnaby maka sudah tentu wajib atasnya menutup wajah juga.
Di antara yang menunjukkan tentang mentutup aurat ialah hadits Salamah bin Al-Akwa` radhiyallahu ‘anhu, “Kancinglah ia (baju) walau dengan duri.”
Dan firman Allah ‘azza wa jalla, “Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaian kalian yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (Al-A’raaf:31) Yakni tatkala shalat.
7. Masuk Waktunya Sholat
Dalil dari As-Sunnah ialah hadits Jibril ‘alaihis salam bahwa dia mengimami Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di awal waktu dan di akhir waktu (esok harinya), lalu dia berkata: “Wahai Muhammad, shalat itu antara dua waktu ini.”
Dan firman Allah ‘azza wa jalla, “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (An-Nisa`:103)
Artinya diwajibkan dalam waktu-waktu yang telah tertentu. Dalil tentang waktu-waktu itu adalah firman Allah ‘azza wa jalla, “Dirikanlah shalat dari sesudah tergelincirnya matahari sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Shubuh. Sesungguhnya shalat Shubuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (Al-Israa`:78)
8. Menghadap Kiblat
Dalilnya firman Allah, “Sungguh Kami melihat wajahmu sering menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke Kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil-Haram, dan di mana saja kalian berada maka palingkanlah wajah kalian ke arahnya.” (Al-Baqarah:144)
9. Niat
Tempat niat ialah di dalam hati, sedangkan melafazhkannya adalah bid’ah (karena tidak ada dalilnya). Dalil wajibnya niat adalah hadits yang masyhur, “Sesungguhnya amal-amal itu didasari oleh niat dan sesungguhnya setiap orang akan diberi (balasan) sesuai niatnya.” (Muttafaqun ‘alaih dari ‘Umar Ibnul Khaththab)

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Shalat merupakan suatu kewajiban bagi ummat islam, akan tetapi ketika seseorang hendak melksanakan shalat ada beberapa hal yang harus di penuhi dalam pelaksanaan shalat tersebu yakni, islm, baligh, dan suci ketika empat syarat tersebut tidak tepenuhi kma gugurlah shalat seseorang itu.
Shalat merupakan salah satu interaksi antara Tuhan dengan hambanya, kan tetapi shalat di anggap sah ketika terpenuhi syarat shah shalat, yang di antaranya ialah suci bdan, dari hadats dan najis.
Shlat yang wajib di wajibkan oleh tiap mukallaf ialah dhuhur, ashar, maghrib, isya’ dan subuh.
Shalat struktural merupakan bentuk shlat vertikal, yaitu hablum minallah sedangkan shalat struktural ada tiga pokok utama sebagai satu paket yang harus dilakukan secara utuh yaitu, wudhu’, shalat dan do’a.
Shalat itu wajib, shalat lebih utama dengan berjamaah (sama-sama). Dan apabila kamu dalam keadaan sibuk, perjalanan ataupun merasa takut terhadap orang kafir maka shalatmu dapat diqashar (diringkas) maupun dijamak (dikumpulkan).
Shalat menganjurkan agar kamu hidup bersih, hidup sehat, disiplin, sabar, bersaudara sesama muslim dan mencegah perbuatan keji dan mungkar. Maka shalatlah kamu agar hidupmu menjadi berguna.

B. SARAN
Demikian isi makalah yang kami buat ini semoga bermanfaat bagi kita semua, terutama bagi kami, adapun haraan kami para kawan-kawan dapat memberikan masukan yang bermanfaat baik berupa kritik maupun saran, agar makalah kami selanjutnya dapat berkembang lagi, dan dapat memberika banyak manfaat.



DAFTAR PUSTAKA

Rasyid Sulaiman, Fiqih Islam, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1994).
Nasution Lahmuddin, Fiqih Ibadah (Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999).
As’ad Aliy, Fathul Mu’in (Kudus : Menara Kudus, 1979 M).
Abdul Karim Nafsin, Menggugat Orang Shalat Antara Konsep dan Realita (Mojokerto : C Al-Himah, 2005).

Tidak ada komentar: